(Resensi Buku) Mendengar Cerita Tunanetra

metamorfosis

Judul Buku: Metamorfosis
Penulis: Yons Achmad dkk
Penerbit: Yayasan Mitra Netra, Jakarta
Tahun Terbit: Oktober 2021
Tebal: 142 Halaman

Di usianya yang ke-30, Yayasan Mitra Netra kembali melakukan kerja-kerja peradaban. Salah satunya adalah dengan menerbitkan buku. Sebuah buku tentang  kisah para tunanetra dengan beragam karir masing-masing.

Yayasan Mitra Netra sendiri adalah sebuah organisasi nirlaba yang memusatkan perhatian pada upaya peningkatan kualitas dan partisipasi tunanetra dibidang pendidikan dan pekerjaan.  Lembaga yang berdiri pada 14 Mei 1991.

Buku ini bercerita  tentang kisah kreatif para tunanetra dalam memanfaatkan dukungan untuk bisa mandiri dan bermakna. Dukungan dari Yayasan Mitra Netra sebagai pengembang dan penyedia layanan guna mewujudkan kehidupan tunanetra yang cerdas, mandiri dan berarti.

Dukungan itu antara lain pendampingan mendaftar ke sekolah, penyediaan buku-buku khusus, kursus komputer, kursus bahasa Inggiris dan Arab serta konseling pendidikan.

Buku ini  ditulis oleh delapan penulis (Beni Jusuf, Irawati Subrata, Laksmi Manohara, Novia Syahidah, Nur Hidayat, Nursalam AR, Yuliana Trihaningsih dan Yons Achmad) melibatkan sepuluh narasumber tunanetra.

Berisi tentang kisah Cheta Nilawati Prasetianingrum, seorang jurnalis di Tempo. Mengalami kebutaan total yang sempat mengalami kondisi  sangat berat, berada di titik nadir.  Hingga kemudian menyambangi Yayasan Mitra Netra.

Di sanalah Cheta pertama kali mengenal tongkat putih (White Cane) sebagai salah satu alat bantu wajib bagi tunanetra. Dengan program “Return to Work” akhirnya kembali bisa bekerja dengan adaptasi. Kini Cheta  kembali bisa kerja  dan menggawangi kanal difabel.tempo.co.

Ada juga cerita Dimas Prasetyo Muharam. Tunanetra yang kini bekerja sebagai peneliti di Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Selama di Yayasan Mitra belajar huruf Braille dan komputer bicara.

Hingga kemudian bersama temannya mendirikan kartunet.com pada tahun 2006 sebagai wadah atau komunitas tempat pengembangan minat dan bakat para penyandang disabilitas seperti penulisan, seni dan teknologi.

Cerita lain. Kisah tentang Trian “Ragil” Airlangga, yang pernah ditolak ketika membuka rekening bank karena alasan tidak bisa membaca yang diakibatkan oleh ketunatetraannya. Untuk bisa tetap bersekolah juga kerap mendapatkan penolakan, alasannya pihak sekolah bersikukuh tidak memiliki fasilitas belajar untuk tunanetra.

Singkat cerita, berkat bimbingan yang diperoleh dari Yayasan Mitra Netra berhasil mengembangkan dirinya. Salah satunya mendirikan Padepokan Zami Karina Indonesia (Pazki). Sebuah tempat kegiatan keagamaan, baca tulis, pendidikan kepribadian dan life skill untuk anak jalanan di sekitar Depok.

Cerita di atas hanya sebagian kecil saja. Yang pasti, usaha Yayasan Mitra Netra untuk menerbitkan kisah-kisah ini (Yang dieditori oleh Eva Nukman dan Mila K.Kamil), kesediaan para narasumber tunanetra untuk bercerita, serta keterlibatan beberapa penulis di dalamnya, adalah sebuah kolaborasi yang cantik dalam usaha kerja-kerja literasi, perbukuan dan peradaban.

Menjadi sebuah program yang layak untuk terus dirawat dan dijalankan. Bagi organisasi, komunitas atau lembaga-lembaga sejenis. Singkat kata, sebuah tradisi yang perlu diapresiasi.