Propaganda Gagal Cokro TV Serang MUI Depok

cokro tv

Sebagai chanel propaganda, Cokro TV sebenarnya tidak pernah berhasil. Tapi seolah tak pernah lelah, mereka terus saja produksi konten-konten “panas” dengan harapan pemirsa  memercayainya. Istilah propaganda sendiri, merujuk Prof. Ana Nadya Abrar dalam buku “Bila Fenomena Jurnalisme Direfleksikan” (1997) dipahami para pengelola media sebagai usaha untuk meyakinkan berbagai pihak akan sebuah kebenaran melalui informasi. Yang menjadi sasaran utama propaganda adalah emosi khalayak. Artinya, khalayak diangankan tidak berdaya menghadapi informasi yang sampai pada mereka. Dalam kondisi begini, mereka akan percaya begitu saja kepada informasi yang mereka ketahui.

Orang sering mengelak mereka tidak melakukan propaganda. Berdalih opini yang disampaikan adalah persuasi. Di mana, persuasi sendiri adalah usaha memengaruhi khalayak untuk mempercayai satu fenomena melalui kata, suara dan gambar. Hanya saja, dalam kajian media, ada perbedaan tentang bagaimana cara yang dilakukan. Dalam persuasi cara-cara yang dilakukan dianggap masih etis. Tapi dalam propaganda, cara-cara yang dilakukan biasanya sangat tidak etis, kasar dan tidak berbasis pengetahuan serta data yang cukup. Di level inilah kita bisa menilai bagaimana kegagalan propaganda Cokro TV serang MUI Depok. Kita lihat lebih detail terkait tayangan di chanel youtube yang dipublikasikan dengan judul “ Menteri Agama Gus Yaqut Difitnah MUI Depok”.

Hasilnya, mereka gagal serang MUI yang dinilai sebarkan hoaks. Dalam video ini, di awal Cokro TV sudah melakukan propaganda kalau MUI Depok sebar hoaks. Yang dimaksud adalah Nuim Hidayat, anggota MUI Depok. Memang Nuim pernah menulis kolom cukup keras di media Suara Islam dengan judul “Istighfarlah Yaqult”. Tulisan yang menurut Cokro TV hoaks karena mengatakan bahwa Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam pertemuannya dengan para Uskup Indonesia di di Aula Catholic Center Keuskupan Amboina, 23 April 2022 lalu, dilakukan beberapa kesepakatan. Diantaranya kesepakatan hari libur nasional Kenaikan Isa Almasih diganti dengan “Kenaikan Tuhan Yesus”. Kemudian menyepakati juga Wafat “Isa Almasih” diganti dengan Wafat “Tuhan Yesus”.

Tapi, apakah informasi tersebut hoaks? Situs Beritasatu (Jumat/29/4/22) ternyata sudah memublikasikan berita dengan judul “Ini Tiga Hal yang Dibahas Menag dan Tujuh Uskup di Ambon”. Dalam berita tersebut memang tertulis “Disepakati bahwa ‘Kenaikan Isa Almasih’ diubah menjadi ‘Kenaikan Tuhan Yesus’ sekaligus menyepakati istilah ‘Wafat Isa Almasih’ diganti dengan ‘Wafat Tuhan Yesus’”. Jadi, kalau misalkan Cokro menilai informasi itu hoaks, kenapa tak serang habis-habisan Berita Satu, media yang terverifikasi Dewan Pers? Jelas, sebenarnya bukan perkara hoaks atau tidaknya. Saya kira karena perkara Nuim sang penulis kolom yang “kebetulan” anggota MUI Depok. Jadi, seperti biasa, hal ini menjadi komoditas yang empuk, isu yang sedap untuk digoreng. Ada unsur MUI di dalamnya, gorengan asyik.

Kerja-kerja demikian, walaupun terkesan jualan toleransi, seolah-olah heroik melawan hoaks, melawan fitnah, tapi di mata orang-orang berpendidikan, terlihat tampak lucu dan mengada-ada saja. Rekam jejak orang-orang dibalik Cokro juga tak meyakinkan ketika bicara cinta NKRI, pro toleransi, apalagi bicara tentang isu keIslaman. Mereka sebagian besar adalah bekas aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) yang saat ini isunya sudah tidak laku, sebagian lagi adalah buzzer Jokowi-Ahok. Jadi sebenarnya publik bisa menilai keberadaan kelompok Cokro ini. Mayoritas tentu masih punya pikiran waras. Saya percaya publik masih kritis, tak menelan begitu saja propaganda semacam ini.

Kesimpulannya, Cokro seperti ingin menerapkan salah satu teknik “Name Calling”, teknik propaganda seperti ditulis Alfred Lee dalam buku “The Fine Art of Propaganda” yaitu teknik pemberian julukan atau sebutan dalam arti buruk. Menilai MUI sebar hoaks, fitnah, intoleran dsb. Saya kira, propaganda semacam ini terlalu jauh. Amat sangat lucu kalau orang percaya MUI punya performa semacam itu. Saya kira, kini masyarakat tidak mempan dibodohi dengan propaganda-propaganda semacam ini, kecuali memang telah mengidap Islamophobia akut. Demikian.

(Yons Achmad. Pengamat Komunikasi. Pendiri Komunikasyik.com)