Praktik Komunikasi, Tak Selalu Soal Uang !

yons achmad pengamat media

Praktik Komunikasi, Tak Selalu Soal Uang !
Oleh: Yons Achmad
(Praktisi Komunikasi. CEO Komunikasyik)

“Halo Mas Yons,  saya bisa minta bantuan lagi hadirkan 10-20 wartawan

ke acara hari ini bisa nggak?” pintanya.

Beliau sosok yang sudah saya kenal lama. Saya juga boleh dibilang sering diminta bantuan, baik untuk masalah publisitas, peserta FGD maupun jadi narasumber isu seputar publisitas, literasi media, literasi digital dan penulisan kreatif. Tanpa pikir panjang, saya mengiyakan tawaran dari sebuah kementerian itu.

“Acaranya hari ini  jam 14-16 ya, saya WA agenda acaranya.”

Ya Allah, waktu tinggal sekitar 1 jam saja. Tapi pantang bagi saya bilang “Wah kok mendadak Mbak?” Saya hanya komen singkat “Bisa Mbak, tunggu sebentar.” Belum lima menit sudah ditagih. “Mas mana datanya yang bisa datang?” Allahuakbar. “Kasih waktu 10 menit lagi ya Mbak.”

“Ini Mbak datanya, semoga berkenan”

“Terimasih sekali Mas”

[Ceritanya, mereka didamprat atasan karena wartawan yang datang hanya dua saja. Itu masalahnya sekarang. Saya tak menjawab misalnya “Kenapa mendadak? Kenapa acara tidak dikemas dengan tema atau aksi menarik sehingga wartawan dengan sukarela datang? Kenapa tak hubungi media  misalnya sehari atau dua hari sebelumnya?” Bukan itu masalahnya. Kalaupun itu masalahnya, ngomong demikian momentumnya tidak tepat.]

Lega rasanya. Apakah dengan pekerjaan satu “item” dalam media relations semacam ini, seorang praktisi selalu mendapatkan bayaran? Tidak selalu. Ini pengalaman saya saja. Mungkin banyak praktisi komunikasi selalu mendapatkan bayaran berupa uang dari pekerjaannya. Ini sebuah pilihan. Tapi konsekuensinya, ketika mereka sudah mendapatkan bayaran dari pekerjaan demikian, cerita sudah selesai.

Tapi, ketika seorang praktisi komunikasi memandang pekerjaan itu sebagai usaha berjejaring, maka ceritanya bakal lain.  Ini bentuk investasi berjejaring. Kadang kita melakukan pekerjaan yang bayarannya bukan semata-mata uang. Tapi, arena membangun hubungan, kedekatan, yang kelak justru proyek besar bisa kita didapatkan.

Sama halnya dengan agensi atau relawan bayaran. Ketika pekerjaan yang diminta selesai, maka selesai pula kontraknya. Alias tidak berlanjut. Berbeda ketika seorang agensi atau relawan terkadang melakukan pekerjaan profesional tapi tanpa bayaran. Jelas, sangat terbuka kesempatan untuk sebuah posisi atau tantangan baru dalam sebuah kerja-kerja yang kemudian menyertainya. Maka, dalam  praktik komunikasi. Atau bagi siapapun yang terjun ke dunia semacam ini, keluwesan pikir dan gerak perlu dimainkan.

Sekian hari kemudian. “Mas, apa bisa datang menjadi salah satu pembicara dalam acara kami?”

“Baik Mbak dengan senang hati, makalah dan presentasi nanti saya bagikan pas awal acara.”

“Alhamdulillah? gumam saya dalam hati. Dari pengalaman demikian, kemudian, dalam kasus lain, saya juga semakin mantab meyakini, kalau seseorang mengundang kita bukan semata-mata karena memang pakar, punya keterampilan (skill) yang bisa diandalkan. Kadang, mungkin juga lebih banyak karena kita sudah akrab, membuat orang nyaman, tidak ribet urusan administrasi (bayaran)  dll.  Walaupun mungkin kita menyadari,  kompetensi kita tak sehebat pakar lain yang lebih terkenal dari kita.  Inilah salah satu manfaat kita  bisa memainkan seni berkomunikasi dalam beragam kehidupan []