Pengamat Media: Arah Media Islam

media islam

Arah Media Islam
Oleh:Yons Achmad
(Pengamat media. CEO Komunikasyik.com)

Media Islam apa yang saat ini menjadi rujukan ideal umat Islam? Sulit menjawabnya. Tapi, mungkin Republika bisa menjadi pertimbangan rujukan. Lantas, bagaimana kalangan Islam mengobati dahaga informasi terkini terkait beragam isu yang berkembang di tanah air? Kebanyakan hanya mengandalkan akun media sosial dari beragam tokoh atau aktivis Islam yang aktif di dunia maya. Selebihnya, media-media online kecil yang hidup segan mati tak mau. Terus terang, hal ini cukup mengkhawatirkan. Kenapa?

Jelas, yang dikonsumsi lebih banyak opini ketimbang serentetan fakta yang bisa menjadi rujukan bagaimana kita bersikap dan bertindak selaras akal sehat. Kalangan Islam saya kira masih mengandalkan misalnya detik.com untuk bisa update informasi terbaru. Media yang memang berisi informasi umum terkini. Hanya saja, saya kira tak punya agenda khusus misalnya fokus menyoroti isu-isu gerakan Islam.

Idealnya. Dan ini kerap menjadi impian, umat Islam di Indonesia punya semacam kantor berita Islam. Terintegrasi mulai dari televisi, radio sampai media online. Sayang, mimpi ini belum kesampaian sampai sekarang. Dulu, saat “rapat akbar” komunitas 212 di masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan, pernah terlontar ide kantor berita Islam itu. Entah bagaimana, ide menguap begitu saja. Saya kira, ide ini tetap perlu terus disuarakan dan diimplementasikan, tak peduli kapan akan berhasil. Yang pasti, perlu terus diperjuangkan.

Apa boleh buat, kini kalangan Islam mesti pintar-pintar mencari kanal informasi yang sekiranya relevan bagi dirinya masing-masing. Media Islam online mungkin masih tayang. Tapi, mungkin hanya dua yang layak menjadi rujukan gerakan Islam. Misalnya, hidayatullah yang selain membeberkan fakta, beragam kontennya juga bagus menjadi asupan khususnya dalam soal wawasan pemikiran Islam.

Sementara, misalnya Voa-Islam lebih banyak beritakan beragam info terkini terkait dengan aktivitas gerakan Islam dan isu-isu kontemporer. Kedua media ini yang saya kira masih menjadi rujukan kalangan Islam, terutama para aktivis gerakan. Tentu saja, tak menafikan beragam media Islam lain. Tapi, saya kira kebanyakan dari media mereka masih tak jelas ke mana arahnya, selain menjadi semacam aktivisme informasi alias yang penting “posting”.

Sambil menunggu hadirnya “Kantor Berita Islam”, saya kira, kita tetap perlu memberi arah bagi media Islam dalam serangkaian geraknya. Setidaknya, media Islam, apapun platformnya. Mulai dari TV Streaming, Radio, media online atau kanal berbasis aplikasi digital semacam “ Umma” tetap perlu menentukan arah sebagai landasan gerak agar lebih teratur jalannya, bukan asal jalan. Diantaranya:

Pertama, pro gerakan Islam. Apa itu gerakan Islam? Setiap gerakan yang dilakukan aktivis atau organisasi Islam yang membawa angin segar bagi kemajuam umat. Tapi peduli itu dilakukan Muhammadiyah, NU atau organisasi-organisasi Islam lain. Serta, setiap gerakan pro kemajuan umat yang dilakukan oleh aktivis, tokoh yang bergerak atas nama pribadi (individu) terutama mereka memiliki basis massa (jamaah) yang mengakar kuat. Media Islam perlu memberikan apresiasi dan ruang publikasi bagi segenap aktivitas yang dilakukan mereka yang mendukung kemajuan umat Islam secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum.

Kedua, mengawal wasathiyah Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah merumuskan sepuluh kharakteristik (khasais) Islam Wasathiah, diantaranya sebagai berikut; Mengambil jalan tengah (tawassut), berkeseimbangan (tawazun), lurus dan tegas (itidal), toleransi (tasamuh), egaliter (musawah), mengedepankan musyawarah (syura), berjiwa reformasi (islah), mendahulukan yang prioritas (aulawiyah), dinamis dan inovatif (tatawwur wa ibtikar) dan berkeadaban (tahaddur). Saya kira, corak Islam demikian relevan dan cocok diterapkan di Indonesia. Maka, media Islam perlu melakukan pengawalan terhadap agenda ini, tentu diselaraskan dengan kerja-kerja jurnalistik.

Ketiga, berbasis fakta. Media, tugas utamanya adalah menyampaikan fakta. Jadi, inilah yang perlu terus dilakukan oleh media-media Islam. Inilah inti dari setiap kerja jurnalistik. Media, haram hukumnya beropini. Lantas, apakah media benar-benar tidak bisa beropini? Bisa, melalui saluran satu-satunya yaitu tajuk rencana atau editorial. Selebihnya, harus berisi fakta-fakta yang kemudian menjadi hidangan produk jurnalistik media. Kita perlu terus merawat khitah jurnalisme ini. Kalau terus-terusan bernafsu memberikan opini, maka dengan sendirinya media bakal terjebak menjadi ruang propaganda atau sekadar menjadi “medium” alias corong kepentingan pihak tertentu walau opininya baik sekalipun.

Inilah arah yang perlu terus menjadi pegangan media Islam. Benar, bisa jadi sebuah media Islam hadir dan mewarnai kancah pertempuran media di tanah air dengan beragam kepentingan di baliknya. Media hadir sebagai perpanjangan tangan kelompok, ormas atau organisasi tertentu. Hal ini tak terhindarkan. Hanya saja, ketika ada serangkaian “pegangan” yang menjadi pertimbangan dalam gerak media, maka saya yakin media Islam tidak akan kehilangan arah. Terus bisa berkontribusi di jalan yang tepat.  []