Pelajaran Komunikasi Dari Pak Haji

the power silaturahmi

Pelajaran Komunikasi Dari Pak Haji
Oleh: Yons Achmad
(Praktisi Komunikasi. Pendiri Komunikasyik.com)

Tak Peduli Seberapa Besar Masalahmu
Bakal Selesai Jika Dikomunikasikan

“Yons, sampai ketemu di puncak ya,”
“Siap Pak Haji.”

Sebut saja Pak Haji. Petinggi adat Betawi. Selain tokoh, bisnisnya banyak. Mulai dari kos-kosan, rumah sakit, hotel, pom bensin. Sampai sebuah hotel syariah di puncak, Bogor. Saya bertemu pertama-kali dengan beliau di hotel syariahnya itu. Untuk keperluan wawancara buku biografinya. Pekerjaan sudah selesai saya kerjakan.

Sementara saya tak akan bicara keseluruhan cerita bisnisnya. Tapi akan sedikit mengulik bagaimana beliau berkomunikasi. Siapa tahu, bisa menjadi pelajaran kita bersama. Setelah saya pikir dan ingat-ingat: Saya merangkumnya dalam tiga resep. Berikut ini kira-kira yang dilakukan beliau dalam melakukan aktivitas komunikasi.

Pertama, tak pandang silaturahmi. Kadang dan bahkan sering, orang hanya mau bersilaturahmi dengan orang yang dipandang sukses saja, sudah sukses. Tak mau misalnya melirik mereka yang sedang jatuh atau sedang susah. Padahal, dalam kondisi demikian, bakal membekas ketika ada teman yang masih mau silaturahmi. Pak Haji tidak. Beliau, di zaman Soeharto masih berkuasa, tak hanya melulu rajin sowan ke tokoh-tokoh. Tapi rajin membantu dan menjalin komunikasi misalnya dengan tentara yang pangkatnya belum tinggi. Rajin membantu mereka. Hasilnya, ketika pada akhirnya, tentara-tentara itu jadi jenderal, lalu banyak yang jadi pejabat, banyak urusan bisnis, misalnya terkait dengan perizinan dengan mudah didapatkan. Mudah mengurus bisnis pom bensin, mudah urus izin pembangunan hotel, rumah sakit dll. Begitulah. Tak pandang silaturahmi. Semua disapa.

Kedua, komunikasi itu memberi. Kira-kira begitu. Benar sih. Dalam praktik komunikasi bisnis, ada pepatah begini, “Giving is The Best Communication”. Ya, memberi adalah komunikasi yang paling manjur. Pak Haji melakukan itu. Masih terkait dengan yang pertama, baginya, ketika menjalin komunikasi, yang dipikirkan adalah apa yang bisa saya berikan. Begitulah. Dalam praktiknya, ketika beliau bertemu orang selalu memberi, walau mungkin tak seberapa. Baginya, komunikasi, termasuk silaturahmi ini memberi, bukan mendapatkan sesuatu dari orang yang kita silaturahmi. Baginya, apa yang didapatkan nantinya adalah balasan dari Allah, bukan terlalu mengharap balasan pada orang yang kita silaturahmi atau kita beri. Itu gaya komunikasi Pak Haji.

Ketiga, jangan lupa transendensi. Terakhir, banyak orang selalu bilang yang penting setelah usaha adalah doa. Tapi, bagi Pak Haji, doa saja tak cukup. Kita juga perlu didoakan orang lain. Dulu, Pak Haji kerja keras 24 jam, yang utama adalah untuk membahagiakan ibunya. Setelah ibunya meninggal, kemudian beliau rajin mengundang para ulama dan habib ke rumahnya. Pengajian rutin sebulan sekali. Semua yang datang dimuliakan. Tak lupa selalu diberi sembako dan uang yang lumanyan banyak. Tujuannya, agar selalu didoakan oleh banyak orang, termasuk ibunya juga selalu didoakan. Selain, tentu sedekah sudah menjadi gaya hidup beliau.

Itu pelajaran komunikasi yang saya tangkap dari Pak Haji. Mungkin sederhana. Tapi begitu membekas. Dan, saya kira juga bisa menjadi masukan siapapun, siapa tahu dengan begitu bakal ketularan sukses dalam berbisnis seperti beliau. Bismillah, saya diam-diam juga belajar mempraktikkan. Tentu sesuai kemampuan. Terimakasih Pak Haji, berkah selalu. []