Komunikasi Produktif Lebaran

komunikasi lebaran

Lebaran adalah momentum bertemu banyak orang. Membangun sebuah komunikasi yang produktif diperlukan agar kita bisa menemukan makna dari setiap momentum pertemuan dengan beragam orang tersebut. Dalam setiap komunikasi lebaran, saya kira yang paling penting bukan memamerkan sesuatu, tapi sekadar berbagai perspektif. Dengan begitu, dalam tahap awal, akan tercapai sebuah kesepahaman bersama (mutual understanding). Sebuah langkah awal bagi sebuah sikap saling pengertian.

Pada momentum lebaran, ada  banyak pertanyaan sensitif. Misalnya, kapan kamu nikah? Kapan punya anak? Kerja apa sekarang? Sudah punya rumah sendiri belum? Naik apa ke sini? Semua pertanyaan ini barangkali dianggap umum saja bagi sebagian orang. Tapi, bagi beberapa, bahkan banyak orang, menjadikan tidak nyaman. Bagaimana kalau orang sejak awal sudah tidak nyaman? Jelas, tidak bakal terbangun komunikasi lanjutan dengan baik. Malah, secara psikologis, yang tersisa hanya kesal atau dongkol. Hasilnya, lebaran sebagai momentum kebaikan bakal lewat begitu saja, bahkan menyisakan trauma.

Itu sebabnya, saya kira, kita perlu hati-hati dan pikirkan kira-kira, jejaring tema (obrolan) apa yang perlu kita implementasikan dalam komunikasi lebaran. Agar, kita bisa memberikan makna bagi setiap orang yang kita temui saat bersilaturahmi. Sekaligus, kita juga bisa menemukan makna, syukur-syukur terbangun kolaborasi setelahnya. Pertanyaannya, rambu-rambu komunikasi lebaran seperti apa yang perlu kita mainkan?

Satu yang paling umum, biasanya orang bertanya tentang pekerjaan. Agar tetap berikan kenyamanan, saya kira pertanyaan, kerja apa sekarang? Perlu dihindari. Kita bisa menggantinya misalnya dengan kerja bidang apa sekarang? Dengan begitu orang lebih santai menjawabnya. Hal ini perlu kita mainkan karena persoalan pekerjaan atau profesi tak semua orang nyaman membeberkannya, tapi kalau lingkup kerja bidang apa, orang lebih bisa menerima dengan santai dan nyaman.

Layaknya saat lebaran pula, kita bertemu begitu banyak orang. Dari situ kita bisa melihat beragam orang dengan latarbelakang masing-masing. Tentu, kita memang perlu menyapa semuanya. Tapi, pasti tidak bisa ngobrol banyak dengan semua orang. Itu sebabnya, kita perlu fokus pada orang tertentu. Bukan karena kita ada mau? Tapi sekadar upaya menjalin relasi yang memungkinkan kelak ada kolaborasi (kerjasama) lintas profesi.

Hanya, melampaui semua itu, satu hal yang kerap terlupa adalah obrolan tentang ilmu dan amal.  Bicara tentang pendidikan ideal untuk anak-anak, bicara tentang parenting (pengasuhan) terbaik misalnya selaras dengan parenting nabawiyah, begitu juga misalnya amal sosial apa yang sedang dilakukan. Hal ini penting agar pembicaraan tak sekadar didominasi urusan “materi” dan “duniawi” semata.  Begitulah narasi komunikasi produktif lebaran kita kita implementasikan, strateginya, kita kembalikan pada pribadi masing-masing. []

(Yons Achmad. Praktisi Komunikasi. CEO Komunikasyik.com)