Beranda » Kolom Komunikasyik » Bahaya “Jurnalisme Omongan” Pejabat

Bahaya “Jurnalisme Omongan” Pejabat

T Diposting oleh pada 29 Juli 2021
F Kategori
b Komentar Dinonaktifkan pada Bahaya “Jurnalisme Omongan” Pejabat
@ Dilihat 870 kali

 

Bahaya “Jurnalisme Omongan” Pejabat

Oleh: Yons Achmad

(Pengamat Komunikasi. Pendiri Komunikasyik.com)

Apa itu “Jurnalisme Omongan” pejabat? Praktik jurnalisme yang mungkin tak pernah diajarkan bahkan dianjurkan di kampus-kampus Ilmu Komunikasi. Tapi, kehadirannya sering mewarnai media cetak maupun online di tanah air.  Sebuah praktik jurnalisme paling gampang dalam produksi media. Tinggal memilih narasumber yang diinginkan. Rekam apa yang disampaikan. Tulis dan beritakan apa adanya, kemudian pilih judul yang bombastis.

Rupanya, belum terasa gampang. Jurnalis kadang malah tak perlu repot-repot memilih narasumber. Tinggal tulis berbekal “Press Release” lembaga dengan pejabat tertentu yang berbicara. Atau tinggal tunggu konferensi pers, kutip omongan pejabat yang dirasa paling menarik. Lalu tayangkan di media tempatnya bekerja. Singkatnya, praktik jurnalisme semacam ini paling mudah dilakukan. Semua wartawan bisa melakukannya. Tak perlu repot-repot melakukan riset atau investigasi lapangan.

Tak penting apa yang dibicarakan atau diomongkan. Yang penting siapa yang ngomong. Praktik semacam ini terlihat misalnya ketika Ahok jadi gubernur DKI Jakarta. Tak peduli omongannya ngawur, tak bermutu, norak bahkan sering terlontar kata-kata jorok dan kasar, tetap saja diberitakan.  Sebuah praktik jurnalisme yang menjengkelkan. Respon publik banyak yang menyesalkan. Bahkan, singkatnya, ada yang sampai komentar “Sial, lagi enak-enak makan muncul  komentar Ahok di televisi, jadi kagak nafsu makan gue.” Kabar baiknya, Ahok tak terpilih jadi gubernur DKI. Tapi, tentu saja “Jurnalisme Omongan” tak serta merta mati begitu saja.

Praktik semacam ini masih sering dilakukan. Tentu, tak ada yang melarang praktik demikian. Saya juga mengerti beban berat jurnalis. Tak serta merta punya waktu dan diberi kesempatan (tugas) dari perusahaan media bersangkutan untuk bisa mengerjakan laporan berbasis riset dan investigasi lapangan. Tapi, dalam kasus tertentu, yang melibatkan kemaslahatan publik, tentu sangat berbahaya kalau hanya mengandalkan “Jurnalisme Omongan” semata. Misalnya, terkait dengan pandemi Covid-19 yang entah kapan akan berakhir.

Di media, tersiap kabar seorang pejabat pemerintah  bilang “Penanganan pandemi  Covid-19 terkendali, kalau ada yang bilang tidak terkendali sini saya tunjukan ke mukanya.” Bahasa yang lumayan arogan ini diberitakan di mana-mana, di beragam media. Tak salah memang, sebab sang pejabat memang bilang begitu. Faktanya memang dia bilang seperti itu. Masalahnya, tentu saja hal ini masih menjadi klaim semata. Menjadi penting untuk tidak berhenti di sini. Menerima begitu saja informasi tersebut sebagai sebuah kebenaran mutlak.

Kabar baiknya, kemudian memang ada beberapa media yang tak berhenti di situ. Sebuah laporan dari suatu media membeberkan bagaimana rumah sakit mengalami kelangkaan oksigen, begitu juga laporan mengenai banyaknya orang yang kesusahan mencari tabung oksigen untuk pasien Covid-19. Hasilnya, berbondong-bondong solidaritas muncul. Layanan peminjaman dan pengisian oksigen dari relawan bermunculan, penggalangan dana pengadaan tabung oksigen berdatangan sehingga tentu saja berdampak positif untuk penyelamatan warga. Di level kebijakan publik, harusnya informasi demikian menjadi pertimbangan bagi perumusan kebijakan berikutnya.

Bayangkan kalau sekadar mengutip, menerima klaim pejabat pemerintah bahwa penanganan pandemi Covid-19 terkendali? Tentu, entah berapa korban meninggal sia-sia. Itu sebabnya, saya kira, kerja-kerja jurnalisik kita perlu mengurangi porsi omongan pejabat dan “Jurnalisme Omongan” tapi lebih prioritas membaca fakta lain di lapangan sebagai cerminan realitas yang bisa membuka tabir kebenaran yang tak terbantahkan. []

Ilustrasi. Sumber: Majalah Tempo 17 Juli 2021

Komentar dinonaktifkan: Bahaya “Jurnalisme Omongan” Pejabat

Maaf, form komentar dinonaktifkan untuk produk/artikel ini

a Artikel Terkait Bahaya “Jurnalisme Omongan” Pejabat

UAS Sang Komunikator

T 27 Mei 2022 F A admin

Tidak ada yang salah dengan ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS). Pemerintah Jokowi sendiri tidak melarang sang komunikator, sang penceramah ini menyampaikan pesan-pesan keagamaan di berbagai penjuru nusantara. Tak terkecuali, bisa tampil di stasiun televisi besar seperti TV One. Semua berjalan... Selengkapnya

Pengamat Medsos: Tafsir Rebranding PKS

T 2 Februari 2021 F A admin

Tafsir Rebranding PKS Oleh: Yons Achmad (Pengamat Media Sosial. CEO Komunikasyik.com) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali melakukan perubahan. Dimulai dari perubahan lambang (logo). Hal ini tentu menarik. Kenapa? Dalam setiap upaya perubahan, tentu mencita-citakan sebuah proses dan hasil yang lebih... Selengkapnya

Jebakan Isu Bubarkan MUI

T 19 November 2021 F A admin

Jebakan Isu Bubarkan MUI Oleh: Yons Achmad (Pengamat Komunikasi) Apakah isu pembubaran MUI yang marak di media sosial itu serius? Tidak. Saya menilai, isu pembubaran MUI hanya semacam jebakan untuk mengalihkan perhatian. Pengalihan perhatian pada isu-isu kebijakan publik yang sebelumnya... Selengkapnya

+ SIDEBAR

Ada Pertanyaan? Silakan hubungi kami untuk informasi lengkapnya.

Talkshow Komunikasyik: Kreativitas Digital Raih Finansial

Talkshow Komunikasyik: Komunikasi Wisata Pandemi

Talkshow Komunikasyik: Berkomunikasi dengan Al-Quran