3 Pilar Komunikasi Produktif

komunikasi produktif

3 Pilar Komunikasi Produktif
Oleh: Yons Achmad
(Praktisi Komunikasi. CEO Komunikasyik.com)

Apa itu komunikasi produktif? Sebuah upaya pemahaman bersama (mutual understanding) agar terjadi hubungan yang saling memberikan kemanfaatan. Ini adalah sebuah definisi, tergali dari pengalaman praktik komunikasi produktif yang saya jalani sejauh ini.

Biasanya, ketika kita bicara tentang komunikasi, yang terbayang dalam benak kita adalah bagaimana praktik berbicara. Padahal, saya kira tidak selalu demikian. Kita perlu mengubah cara pandang (mindset) agar komunikasi tak melulu diartikan sebagai “tips ngomong”. Lalu apa?

Setidaknya, ada 3 pilar komunikasi produktif yang perlu kita praktikkan.

Pertama, mendengarkan agar bisa berikan solusi. Saya kira, komunikasi produktif bukan melulu terkait dengan ego dan nasib diri kita semata, akan tetapi sebuah kesadaran dan kemampuan untuk lebih banyak mendengar. Dengan begitu, kita bisa lebih peka melihat keadaan dan menjadi lebih peduli terhadap permasalahan yang dihadapi orang dan kita punya tawaran solusi konkritnya.

Mulai dari hal kecil. Misalnya ada yang bertanya, arti signifikan apa ya? Kadang kita langsung komen “Kan bisa Googling, gimana sih” Padahal, bayangkan mungkin dia sangat sibuk jadi tidak sempat cari arti kata itu di internet, atau sedang tidak bisa akses internet. Bukankah kita bisa lebih banyak mendengar dan kasih solusi langsung kalau kita memang tahu artinya. Kalau tidak apa susahnya kita carikan arti kata itu di internet?

Sama halnya misalnya kita pandang menulis itu gampang. Tapi tidak semudah itu misalnya bagi orang yang merasa sibuk dan merasa memang tak punya waktu. Atau pensiunan yang ingin dituliskan kisah hidupnya sementara mereka tidak tahu caranya. Bukankah kita bisa mendengar “suara hati” mereka? Toh kita bisa menulis misalnya biografi. Klop sudah, kita bisa berikan solusi konkritnya. Itu yang dinamakan komunikasi produktif.

Kedua, bicara sesuai dengan kapasitas. Kalau sudah terbiasa banyak mendengar, bolehlah kita mulai bersuara. Era sekarang, kita mungkin bisa lebih banyak bicara (menulis) di media sosial, baik dalam bentuk teks maupun video. Hanya, kuncinya, bicara sesuai kapasitas saja. Tahu diri untuk tak asal ngomong. Tak ikut nimbrung kalau memang tak tahu akan tema yang dibicarakan. Dengan begitu, kehidupan kita bakal lebih “Selamat” dan tak ikut memperkeruh suasana dengan opini-opini liar di luar kapasitas kita.

Ketiga, berikan alternatif. Kadang ada orang yang butuh nasihat atau meminta nasihat kita. Padahal, sebenarnya mereka sudah punya jawabannya. Itu sebabnya, sebenarnya dalam kasus ini, kita hanya perlu mendengarkan saja. Kalaupun benar-benar diminta nasihat, saya kira kita tak seharusnya hanya memberikan pilihan tunggal. Justru kita perlu berikan alternatif dengan risiko masing-masing. Hanya saja, dari pengalaman, alternatif cukup dua saja. Jadi tidak membuat bingung orang lain memilih diantaranya. Dengan berikan alternatif dan sodorkan risiko-risikonya, membuat orang lebih mandiri dalam mengambil keputusan. Hal ini juga bisa menghindarkan diri dari menyalahkan orang lain ketika pilihannya belum membuahkan hasil sesuai yang diinginkan.

Inilah 3 pilar komunikasi produktif yang perlu kita praktikkan.

Pertama, mendengar agar bisa berikan solusi.
Kedua, bicara sesuai kapasitas.
Ketiga, berikan alternatif.

Semoga bermanfaat ya. []